“Berikanlah do’a yang terbaik untuk orang lain.” Ujaran ini sering kita dengar, meskipun saya tidak tahu asal-usulnya. Namun, di tataran implementasi, frasa ini sering kali memicu perdebatan panjang mengenai apa yang dimaksud dengan “do’a terbaik.”
Pada sudut pandang saya, do’a terbaik untuk orang-orang yang memiliki kekuasaan dan sering kali menyengsarakan masyarakat, seperti Ketua Umum Partai, Anggota Dewan, pejabat pemerintah, atau siapapun yang membuat keputusan merugikan rakyat, bisa jadi cukup kontroversial. Ketika mereka terus-menerus mengambil keputusan yang memiskinkan dan menyusahkan banyak orang, pertanyaan yang muncul adalah: apa do’a terbaik yang pantas untuk mereka?
Bagi saya, do’a terbaik untuk mereka yang selalu merugikan orang lain adalah: “Semoga disegerakan kematiannya!” Kalimat ini mungkin terdengar keras, tetapi ini merupakan ungkapan frustrasi terhadap individu-individu yang mengabaikan kesejahteraan masyarakat demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Saya percaya bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, dan ketika individu dalam kekuasaan membuat keputusan yang merugikan, mereka harusnya siap menghadapi konsekuensinya. Do’a, dalam konteks ini, bisa menjadi bentuk harapan untuk keadilan, di mana mereka yang melakukan kesalahan seharusnya mendapatkan balasan yang setimpal.
Namun, saya juga menyadari bahwa ini adalah pandangan yang sempit dan bisa dianggap ekstrem. Mungkin ada cara lain untuk mengungkapkan do’a, seperti berharap agar mereka diberikan kesadaran untuk berubah dan memperbaiki tindakan mereka. Namun, saat melihat dampak nyata dari keputusan mereka, rasa frustrasi ini sulit untuk diabaikan.
Cukup sekian saja dari saya, sudah tiba adzan Subuh soalnya.

