Oleh ; Rangga L Tobing
Malam itu, angin lembut menyelinap dari jendela kamar istana. Lilin di sudut kamar hampir habis terbakar, dan langit malam bertabur bintang seolah mendengarkan percakapan yang akan terjadi. Sang Pangeran Kecil baru saja menyandarkan kepalanya di bantal emas, sementara ibunya menutup buku cerita yang baru dibacakannya.
“Bu,” panggil Pangeran Kecil tiba-tiba, matanya menatap lurus ke langit-langit. “Mengapa ibu tidak pernah bercerita tentang Tuhan kepadaku?”
Ibunya tersenyum, sedikit terkejut. “Mengapa kamu tiba-tiba bertanya demikian, Nak?”
“Tadi siang, temanku bercerita tentang Tuhan,” jawabnya polos. “Katanya, Tuhan itu lebih hebat dari siapa pun, bahkan lebih hebat dari Ayah. Temanku bilang ibunya sering bercerita tentang Tuhan. Tapi mengapa, ibu tidak pernah bercerita tentang Tuhan kepadaku?”
Ibunya tertawa kecil, lalu menatap putranya dengan lembut. “Kamu benar, Tuhan itu sangat hebat. Bahkan lebih hebat dari Raja mana pun.”
“Tapi, Bu” lanjut Pangeran, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. “Kalau Tuhan itu Maha Hebat, mengapa tidak ada yang bercita-cita menjadi Tuhan? Bukankah kita harus memiliki cita-cita setinggi mungkin? Bahkan ayah sangat senang ketika aku bilang ingin menjadi Raja. Apakah Tuhan akan marah kalau aku ingin menjadi Tuhan?”
Ibunya menatap Pangeran Kecil dengan senyuman yang tenang, lalu berkata, “Tuhan tidak marah, Nak. Tapi Tuhan itu berbeda dari Raja. Menjadi Tuhan itu bukan tentang berkuasa atau memerintah.”
Pangeran kecil mengernyitkan dahinya. “Lalu, tentang apa, Bu? Kalau aku menjadi Tuhan, aku bisa memerintah semua Raja, seperti Raja memerintah prajuritnya. Bukankah itu hebat?”
Ibunya tertawa kecil lagi, kali ini lebih lembut. “Menjadi Tuhan itu tentang mencintai dan memberikan kasih sayang sepenuhnya, tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Tuhan mencintai semua makhluk tanpa syarat, Nak. Bahkan mereka yang jahat. Tuhan memberikan matahari dan hujan kepada semua orang, baik mereka yang berbuat baik maupun yang berbuat jahat. Apakah kau siap mencintai semua makhluk, bahkan mereka yang menyakitimu? ”
Pangeran kecil termenung sejenak. Matanya berkedip cepat, berusaha memahami. “Mencintai semua orang? Bahkan orang yang jahat? Itu… sulit sekali, Bu.
”Ibunya mengangguk. “Memang sulit. Itulah mengapa menjadi Tuhan bukanlah tentang kekuasaan, tetapi tentang cinta yang sempurna. Tuhan itu bukan hanya Maha Kuasa, Nak. Tuhan itu Maha Pengasih.”
Pangeran kecil masih terdiam, wajahnya menunjukkan pemikiran yang mendalam. Lalu, tiba-tiba dia berkata dengan suara lembut, “Kalau begitu, Bu, aku ingin belajar mencintai dulu. Mungkin kalau aku sudah pandai mencintai, aku bisa menjadi seperti Tuhan, walau hanya sedikit saja.”
Ibunya tersenyum, matanya penuh haru. Ia mengusap kepala sang Pangeran dengan lembut.
Malam itu, di bawah sinar bintang yang redup, Sang Pangeran Kecil tertidur dengan senyuman di wajahnya. Dalam mimpinya, ia membayangkan dunia yang dipenuhi cinta, tempat di mana ia bisa mencintai semua orang seperti Tuhan mencintai dunia.

