oleh : Bung Dhani
Kisah tentang pengkhianatan di tengah perjuangan selalu menyentuh dan memicu refleksi mendalam. Dalam konteks ini, kita melihat gambaran seseorang yang bersembunyi di balik jargon ‘kebebasan’, namun sebenarnya hanyalah satu dari sekian banyak yang mengkhianati nilai-nilai solidaritas dan keadilan.
Jeritan Kebebasan yang Bisu
Kebebasan yang dijanjikan sering kali menjadi topeng bagi kepentingan pribadi. Ketika seseorang memilih untuk mengabaikan iuran wajib yang menjadi penggerak perlawanan, ia tidak sekadar mengecewakan rekan-rekannya, tetapi juga mengkhianati perjuangan yang telah membesarkannya. Ini adalah ironi yang menusuk—seorang individu yang menikmati hasil perjuangan, namun enggan berkontribusi. Dalam hal ini, kita dihadapkan pada pertanyaan: apa arti kebebasan jika itu mengorbankan solidaritas?
Klaim Jasa dan Status Jongos
Ada sebuah kesombongan yang muncul ketika seseorang merasa berjasa, padahal ia tetaplah seorang ‘jongos’ di mata para pemegang modal. Dalam pandangan kapitalis, individu tersebut hanyalah alat yang bisa digunakan atau dibuang sesuai kebutuhan. Ini adalah peringatan bagi kita semua: jangan sampai kita terjebak dalam ilusi bahwa kebebasan kita adalah segalanya, sampai lupa akan asal usul perjuangan yang membentuk kita.
Aliansi Para Durhaka
Lebih tragis lagi, pengkhianatan ini tidak terjadi sendirian. Ada sekumpulan individu yang berbagi pemikiran sempit, mengedepankan keuntungan sesaat di atas pengorbanan yang lebih besar. Mereka adalah contoh nyata dari ketidak-tahuan diri, yang berbalik menggigit tangan yang memberi mereka kesempatan dan martabat. Dalam hal ini, kita perlu bertanya: sejauh mana kita sadar akan dampak tindakan kita terhadap perjuangan kolektif?
Kesimpulan
Kisah ini adalah pengingat penting tentang nilai-nilai solidaritas dan komitmen terhadap perjuangan bersama. Kebebasan yang semu hanya akan mengarah pada kehampaan, jika tidak diimbangi dengan rasa tanggung jawab terhadap sesama. Mari kita kembali ke esensi perjuangan, meneguhkan solidaritas, dan memastikan bahwa kita tidak terperangkap dalam tirai kebebasan yang menyesatkan. Sejarah harus mencatat bahwa kita berdiri bersama, bukan berkhianat demi kepentingan pribadi.

