Pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang sempat viral—menyebut guru sebagai ‘nabi kecil’ yang harus ikhlas dan tidak mengejar uang—telah memicu diskusi luas, meski beliau telah klarifikasi dan minta maaf, sebetulnya adalah narasi ‘biasa’ di masyarakat pendidikan kita. Narasi ikhlas ini seringkali digunakan oleh para prinsipal untuk menutupi kelemahan sistem hingga budaya (maaf) rakus.
Padahal, sebagai representasi dari negara, lebih tepat untuk fokus melakukan reformasi tata kelola agar guru sejahtera. Karena bagaimana pun, kesejahteraan seorang guru akan berdampak langsung pada profesionalismenya dalam mengajar. Pernyataan beliau ini justru semakin membuat para prinsipal dalam dunia pendidikan mendapatkan amunisi pembenaran untuk terus menggaji guru dengan ‘taushiyah’ ikhlas.
Apakah Islam mengajarkan bahwa ikhlas itu artinya tidak boleh sejahtera? Tidak boleh bergaji tinggi? Tidak. Ikhlas itu tataran personal dan spiritual. Sementara kesejahteraan adalah tataran komunal dan profesional.
Saya kira tidak perlu saya paparkan bagaimana Islam memperlakukan guru, terlampau banyak literasi yg akan didapatkan pada zaman keemasan yg justru pemerintah yg menjalankan agamanya dengan baik menghargai profesi guru sebagai profesi tertinggi yg sangat dihargai.
Lucunya (yg sebetunya tidak lucu sama sekali), ajaran dan tata kelola yg ‘diajarkan’ Islam dalam dunia pendidikan dan pengajaran, malah ‘diamalkan’ oleh mereka yg sama sekali tidak ber-Islam, bahkan tidak beriman. Dan, lihat hasilnya. Negara-negara yg tidak ber-Islam dan tidak beriman itu menjadi negara yg maju atau setidaknya perlahan meninggalkan ketertinggalannya. Tengok saja Vietnam, yg kebijakan pemerintahnya terkait mensejahterakan guru baru-baru ini (seharusnya) membelalakkan mata dan telinga kita.
Baik, terlalu ‘ekstrim’ jika mungkin kita menengok negara yg tidak ber-Islam. Mari kita tengok negara-negara yg ber-Islam jika begitu.
Saudi Arabia, menetapkan gaji gurunya minimal 1.300perbulannya.UEAdanQatarpadaangkaminimal1.300 per bulannya. UEA dan Qatar pada angka minimal 1.300perbulannya.UEAdanQatarpadaangkaminimal2.500. Bahkan di Gaza Palestina, sebelum terjadinya genosida, pemerintahan Hamas (menang Pemilu dan mengelola Gaza sejak 2006) menetapkan gaji minimal 500bagiparagurunya.TidakadasatuoranggurupunyangbergajiRp.300.000atausetara500 bagi para gurunya. Tidak ada satu orang guru pun yang bergaji Rp. 300.000 atau setara 500bagiparagurunya.TidakadasatuoranggurupunyangbergajiRp.300.000atausetara18 seperti di negara kita, bukan?
Pertanyaannya, apakah para guru di kawasan ber-Islam di atas dipandang tidak akan ikhlas jika digaji tinggi dan dibuat sejahtera?
Kepada siapa pun, terkhusus para pemangku kebijakan dalam dunia pendidikan sektor pemerintah maupun swasta, berhentilah melakukan apologi dengan narasi ikhlas kepada para guru yg mulia. Apalagi melakukan manipulasi dan eksploitasi terhadap para guru dengan narasi ikhlas, pahlawan tanpa tanda jasa, atau apa pun itu. Kenapa harus ada pemisah, seakan ikhlas itu tidak harus sejahtera dan sejahtera itu tidak ikhlas?
Dan seandainya pun mau menggunakan narasi ikhlas, awali dari diri sendiri sebagai pemangku kebijakan, pemilik, pengelola untuk ikhlas mensejahterakan para guru di bawah tanggung jawab Anda semua.
Tabik.
Sumber : https://x.com/AzzamIzzulhaq/status/1963372599137951883

