Opini
Oleh : Eni Nuraini, S. Ak
Budaya kerja di Kementerian Keuangan merupakan salah satu faktor kunci dalam menjaga keberlanjutan kinerja organisasi. Jika melihat dari regulasi yang berlaku, baik pada level ASN maupun internal Kemenkeu, terlihat jelas bahwa penguatan budaya bukan hanya wacana normatif, melainkan kebutuhan strategis. Nilai BerAKHLAK yang menjadi pedoman ASN dan nilai IPROSPEK milik Kemenkeu sesungguhnya sudah cukup komprehensif, namun tantangan terletak pada bagaimana kedua set nilai tersebut dapat diterjemahkan menjadi sikap dan perilaku nyata pegawai.
Kendala yang sering muncul adalah adanya gap generasi, resistensi terhadap perubahan, serta kesenjangan antara nilai formal yang ditetapkan dengan praktik keseharian di lapangan. Misalnya, loyalitas dan integritas seringkali masih dipahami sebatas kepatuhan administratif, padahal yang dibutuhkan adalah loyalitas kritis dan integritas substantif dalam setiap keputusan kerja. Selain itu, fenomena sandwich manager menunjukkan tekanan struktural yang nyata: generasi menengah harus menyeimbangkan ekspektasi senior dan kebutuhan junior, sekaligus memenuhi target organisasi.
Upaya Kemenkeu dengan menciptakan cara kerja baru seperti kolaboratif, inovatif, berbasis data, hingga memperhatikan work-life balance, merupakan langkah yang tepat. Namun, hal ini harus benar-benar ditopang oleh sistem penghargaan (reward system) dan pengembangan SDM yang konsisten. Tanpa itu, budaya hanya akan berhenti pada jargon.
Inovasi seperti “Saluran Aspirasi Pintar” patut diapresiasi, karena membuka ruang partisipasi pegawai dalam proses pengambilan keputusan. Budaya partisipatif ini penting untuk mengikis kesan bahwa organisasi berjalan secara top-down, sekaligus menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) pegawai terhadap organisasi. Jika diimplementasikan dengan konsisten, saluran ini dapat memperkuat trust antara pimpinan dan bawahan, yang menjadi pondasi dalam membangun budaya kerja sehat.
Roadmap penguatan budaya hingga 2029 juga mencerminkan keseriusan Kemenkeu untuk menyiapkan tahapan jangka panjang. Namun, perlu digarisbawahi bahwa keberhasilan roadmap tidak hanya ditentukan oleh adanya regulasi dan program, tetapi juga oleh komitmen pimpinan dan keteladanan perilaku sehari-hari. Pimpinan yang mampu menunjukkan perilaku sesuai nilai akan jauh lebih efektif dalam menularkan budaya dibandingkan sekadar instruksi.
Dengan demikian, menurut saya, penguatan budaya Kemenkeu ke depan harus menekankan pada tiga hal utama:
- Konsistensi implementasi antara nilai formal dan praktik nyata.
- Keteladanan pimpinan sebagai role model budaya.
- Partisipasi pegawai melalui saluran aspirasi dan keterlibatan aktif dalam perbaikan organisasi.
Apabila tiga hal ini dijalankan dengan serius, maka budaya kerja Kemenkeu tidak hanya akan menjadi sekadar simbol, melainkan energi kolektif yang mampu meningkatkan produktivitas, integritas, dan daya saing organisasi secara berkelanjutan.

