Beberapa waktu lalu, wacana pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) muncul dari kalangan petinggi serikat buruh dan mendapatkan respons positif dari pemerintah. Rencana ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan terjadinya PHK massal di berbagai perusahaan, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: akan efektifkah Satgas PHK ini?
Tantangan dan Harapan
- Keberadaan Lembaga Tripartite: Satgas PHK tampaknya akan beroperasi dalam kerangka yang mirip dengan lembaga-lembaga perburuhan yang sudah ada, seperti Lembaga Kerjasama Tripartite dan Dewan Pengupahan. Lembaga-lembaga ini sering kali hanya memberikan masukan dan saran, sementara keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah atau eksekutif. Jika Satgas PHK hanya berfungsi sebagai forum diskusi tanpa kekuatan eksekusi, maka efektivitasnya patut dipertanyakan [1].
- Kewajiban Pencegahan PHK: Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, semua pihak—pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah—memiliki kewajiban untuk mencegah PHK. Namun, dalam praktiknya, banyak kasus PHK terjadi bukan karena kurangnya masukan, tetapi karena kegagalan negosiasi bipartit antara pengusaha dan serikat pekerja. Ini menunjukkan bahwa masalah mendasar sering kali terletak pada hubungan industrial yang tidak seimbang [2].
- Pemenuhan Hak Buruh: Banyak kasus PHK massal yang terjadi tanpa pemenuhan hak-hak buruh, seperti pembayaran pesangon. Dalam situasi ini, pemerintah sering kali tidak dapat berbuat banyak, hanya memberikan masukan tanpa tindakan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Satgas PHK tidak akan menyelesaikan masalah jika tidak ada perubahan dalam komitmen pengusaha untuk memenuhi kewajiban mereka [2].
Potensi Blunder untuk Serikat Pekerja
Keberadaan Satgas PHK bisa menjadi bumerang bagi serikat pekerja. Jika terjadi PHK massal dan hak-hak buruh tidak dipenuhi, buruh di tingkat bawah mungkin akan menuntut Satgas PHK untuk membatalkan PHK tersebut. Ini bisa mengakibatkan serikat pekerja dianggap sebagai bagian dari masalah, bukan solusi. Dalam konteks ini, serikat pekerja harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam situasi yang merugikan [1].
Arah dan Harapan
Walaupun Satgas PHK diusulkan oleh petinggi serikat pekerja, manfaatnya bagi buruh masih belum jelas. Pemerintah mungkin melihat pembentukan Satgas ini sebagai cara untuk berbagi tanggung jawab dan menghindari kritik. Namun, untuk memastikan efektivitasnya, perlu ada perubahan substansial dalam cara pemerintah dan pengusaha berinteraksi dengan buruh.
Kita perlu menunggu dan melihat apakah Satgas PHK akan benar-benar memberikan manfaat bagi buruh atau hanya menjadi gimik di tengah kebuntuan solusi untuk mengatasi krisis ekonomi yang berdampak pada sektor industri. Harapan kita adalah agar keberadaan Satgas ini tidak hanya sekadar formalitas, tetapi mampu memberikan dampak nyata bagi perlindungan hak-hak buruh yang terdampak PHK.
Catatan Akhir
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menolak keberadaan Satgas PHK, tetapi lebih untuk memberikan perspektif kritis agar jika Satgas ini terbentuk, keberadaannya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh buruh yang terdampak. Kita berharap agar pembentukan Satgas ini tidak hanya menjadi ceremonial, tetapi berfokus pada substansi yang dapat memberikan perlindungan nyata bagi pekerja.
Oleh : RALEZ

